Penduduk Rammang Rammang menyebutnya Bulu' Barakka'. Nama itu dalam bahasa Bugis berarti gunung yang penuh berkah. Di sana ditemukan sumber mata air. Penduduk bercocok tanam di sawah yang terhampar di bawah kakinya. Mata air itu mengairi sawah penduduk.
Eloknya mata air yang bersumber dari celah goa kemudian mengalir di antara sela bebatuan berkelok menembus gunung membentuk sungai yang panjang. Siapa yang berminat boleh berperahu di alirannya.
“Itu gunung yang kami jaga turun temurun. Bulu'na Barakka. Dulu, jika ada yang mau melakukan hajatan atau pergi jauh dari kampung halaman, yang bersangkutan mengambil tanah di sana untuk disimpan dan dibawa pergi,“ ungkap warga Salenrang, Syamsuddin (45) kepada okezone.
Sayangnya, kesucian Bulu' Barakka terusik dengan kehadiran perusahaan tambang. Perusahaan itu memegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) bernomor 239/KPPSP/IUP-OP/P/VIII/2010. Surat Keputusan bertanggal 2 Agustus 2010 menjadi bukti sah perusahaan itu membuka tambang marmer di Bulu' Barakka'.
Kehadirannya mendatangkan perlawanan penduduk Salenrang dan Rammang Rammang. Keduanya adalah dua dusun dalam wilayah administratif Desa Salenrang, Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
Soalnya, PT GM dianggap hendak merusak kelestarian Bulu' Barakka'. Tokoh masyarakat bersama aktivis lingkungan beramai-ramai protes. Protesnya bahkan sampai ke DPRD Maros.
“Bulu’ Barakka jadi penyangga kehidupan kami. Tak hanya bukit kapur seperti yang kita lihat. Di dalamnya ada situs, ada sumber air, ada puluhan gua yang belum teridentifikasi dan sebagian belum terjamah,“ jelas Daeng Rumpa (65) warga Rammang Rammang.
GM mendapatkan hak menambang seluas 33 hektare. Ironisnya, lokasi tambang tepat di gunung tersebut. Padahal, Bulu' Barakka' adalah satu dari bukit karst (batu kapur) yang berada dalam gugusan karst Maros dan Pangkep.
Nahasnya perusahaan itu mengantongi izin menambang sejak 2 Agustus 2010 hingga 22 Januari 2017. Atas surat tersebut, GM berhak melakukan operasi produksi.
Menurut UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan batu Bara, kegiatan operasi produksi berarti tahapan kegiatan usaha pertambangan yang meliputi konstruksi, penarnbangan, pengolahan, pemurnian, termasuk pengangkutan dan penjualan, serta sarana pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan hasil studi kelayakan.
Karena penolakan penduduk Rammang Rammang, saat ini Grasada menghentikan operasi sama sekali.
“Kami sudah mengeluarkan dana hingga Rp3 miliar untuk pembebasan lahan, penimbunan jalan dan investasi alat. Saat ini Kami menunggu keputusan pemerintah. Pasrah saja, katanya di sana ada situs yang harus dilindungi,“ ujar Supervisor PT GM, Syarifuddin.
Perusahaan itu sempat beroperasi selama empat bulan di tahun 2011. Perusahan marmer itu telah membebaskan lahan, menimbun jalan menuju lokasi tambang dengan pengoperasian alat berat, namun operasinya terhenti. Penduduk protes karena gunung berberkah mereka akan ditambang.
Okezone sempat berkunjung ke Bulu' Barakka'. Lokasinya tepat berhadapan dengan permukiman penduduk. Menjulang ketinggian sekira 700 meter di atas permukaan laut (mdpl) luasnya sekira 40 hektare, Bulu Barakka menjadi salah satu menara dari perbukitan batu kapur di kawasan Rammang Rammang. Dari jauh, Bulu' Barakka' terlihat seperti menara dengan permukaan batuan kapur dengan vegetasi beragam.
Pada bukit itu Okezone mendapati beberapa cekungan gua, aliran sungai bawah tanah dan sumber mata air. Dari atap gua, tetesan air turun dari stalaktit (tongkat batu kapur yang tergantung dari atas) menuju dasar gua.
“Mata air di sini tidak kering kalau kemarau. Dia mengalir di bawah bukit dalam aliran air bawah tanah,“ tutur Muhammad Ikhwan, anggota Kelompok Pencinta Alam Tapak Rimba Nusantara Maros, yang aktif mendata goa dan situs yang ada di bukit itu.
Tak hanya mata air, bahkan di berbagai dinding gua, okezone mendapati gambar dengan berbagai bentuk. Terdapat gambar telapak tangan, gambar pedang, gambar perahu, gambar orang dan beberapa gambar lainnya. Bahkan kata Ikhwan, di salah satu gua pada kedalaman sekira 20 meter di bawah tanah terdapat tulisan Lontarak (aksara khas Bugis Makassar, red).
Tak mudah sampai di tempat itu, okezone harus melewati perkampungan, jalan menanjak, dan mendaki bukit karst hingga setinggi minimal 10 meter dengan sudut kemiringan di atas 45 derajat.
“Ini belum seberapa. Masih ada banyak gua di bagian atas yang harus menggunakan peralatan khusus agar bisa masuk ke dalamnya, “tukas Ikhwan.
Tepat di depan Bulu' Barakka' dekat perkampungan penduduk, okezone mendapati kera khas Maros Pangkep, Macaca Maura. Hewan mamalia itu melintas lalu berayun dari satu pohon ke pohon lainnya.
(kem)
Eloknya mata air yang bersumber dari celah goa kemudian mengalir di antara sela bebatuan berkelok menembus gunung membentuk sungai yang panjang. Siapa yang berminat boleh berperahu di alirannya.
“Itu gunung yang kami jaga turun temurun. Bulu'na Barakka. Dulu, jika ada yang mau melakukan hajatan atau pergi jauh dari kampung halaman, yang bersangkutan mengambil tanah di sana untuk disimpan dan dibawa pergi,“ ungkap warga Salenrang, Syamsuddin (45) kepada okezone.
Sayangnya, kesucian Bulu' Barakka terusik dengan kehadiran perusahaan tambang. Perusahaan itu memegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) bernomor 239/KPPSP/IUP-OP/P/VIII/2010. Surat Keputusan bertanggal 2 Agustus 2010 menjadi bukti sah perusahaan itu membuka tambang marmer di Bulu' Barakka'.
Kehadirannya mendatangkan perlawanan penduduk Salenrang dan Rammang Rammang. Keduanya adalah dua dusun dalam wilayah administratif Desa Salenrang, Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
Soalnya, PT GM dianggap hendak merusak kelestarian Bulu' Barakka'. Tokoh masyarakat bersama aktivis lingkungan beramai-ramai protes. Protesnya bahkan sampai ke DPRD Maros.
“Bulu’ Barakka jadi penyangga kehidupan kami. Tak hanya bukit kapur seperti yang kita lihat. Di dalamnya ada situs, ada sumber air, ada puluhan gua yang belum teridentifikasi dan sebagian belum terjamah,“ jelas Daeng Rumpa (65) warga Rammang Rammang.
GM mendapatkan hak menambang seluas 33 hektare. Ironisnya, lokasi tambang tepat di gunung tersebut. Padahal, Bulu' Barakka' adalah satu dari bukit karst (batu kapur) yang berada dalam gugusan karst Maros dan Pangkep.
Nahasnya perusahaan itu mengantongi izin menambang sejak 2 Agustus 2010 hingga 22 Januari 2017. Atas surat tersebut, GM berhak melakukan operasi produksi.
Menurut UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan batu Bara, kegiatan operasi produksi berarti tahapan kegiatan usaha pertambangan yang meliputi konstruksi, penarnbangan, pengolahan, pemurnian, termasuk pengangkutan dan penjualan, serta sarana pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan hasil studi kelayakan.
Karena penolakan penduduk Rammang Rammang, saat ini Grasada menghentikan operasi sama sekali.
“Kami sudah mengeluarkan dana hingga Rp3 miliar untuk pembebasan lahan, penimbunan jalan dan investasi alat. Saat ini Kami menunggu keputusan pemerintah. Pasrah saja, katanya di sana ada situs yang harus dilindungi,“ ujar Supervisor PT GM, Syarifuddin.
Perusahaan itu sempat beroperasi selama empat bulan di tahun 2011. Perusahan marmer itu telah membebaskan lahan, menimbun jalan menuju lokasi tambang dengan pengoperasian alat berat, namun operasinya terhenti. Penduduk protes karena gunung berberkah mereka akan ditambang.
Okezone sempat berkunjung ke Bulu' Barakka'. Lokasinya tepat berhadapan dengan permukiman penduduk. Menjulang ketinggian sekira 700 meter di atas permukaan laut (mdpl) luasnya sekira 40 hektare, Bulu Barakka menjadi salah satu menara dari perbukitan batu kapur di kawasan Rammang Rammang. Dari jauh, Bulu' Barakka' terlihat seperti menara dengan permukaan batuan kapur dengan vegetasi beragam.
Pada bukit itu Okezone mendapati beberapa cekungan gua, aliran sungai bawah tanah dan sumber mata air. Dari atap gua, tetesan air turun dari stalaktit (tongkat batu kapur yang tergantung dari atas) menuju dasar gua.
“Mata air di sini tidak kering kalau kemarau. Dia mengalir di bawah bukit dalam aliran air bawah tanah,“ tutur Muhammad Ikhwan, anggota Kelompok Pencinta Alam Tapak Rimba Nusantara Maros, yang aktif mendata goa dan situs yang ada di bukit itu.
Tak hanya mata air, bahkan di berbagai dinding gua, okezone mendapati gambar dengan berbagai bentuk. Terdapat gambar telapak tangan, gambar pedang, gambar perahu, gambar orang dan beberapa gambar lainnya. Bahkan kata Ikhwan, di salah satu gua pada kedalaman sekira 20 meter di bawah tanah terdapat tulisan Lontarak (aksara khas Bugis Makassar, red).
Tak mudah sampai di tempat itu, okezone harus melewati perkampungan, jalan menanjak, dan mendaki bukit karst hingga setinggi minimal 10 meter dengan sudut kemiringan di atas 45 derajat.
“Ini belum seberapa. Masih ada banyak gua di bagian atas yang harus menggunakan peralatan khusus agar bisa masuk ke dalamnya, “tukas Ikhwan.
Tepat di depan Bulu' Barakka' dekat perkampungan penduduk, okezone mendapati kera khas Maros Pangkep, Macaca Maura. Hewan mamalia itu melintas lalu berayun dari satu pohon ke pohon lainnya.
(kem)